Akal dan nurani seorang
setiap manusia dapat dilihat melalui kelakuan yang biasa ia tampakkan
dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang
digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang.
Aisyah ra pernah menuturkan:
“Rasulullah bukanlah
seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang
suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan
kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan”. (HR. Ahmad)
Al-Husein cucu Rasulullah saw menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: “Aku
bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasulullah saw terhadap
orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: “Beliau saw
senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau
bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang
cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya”.
Seorang lelaki menemui Rasulullah saw dan bertanya, “Ya
Rasulullah, apakah agama itu?”. Rasulullah saw menjawab, “Akhlak yang
baik”. Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kanannya dan bertanya,
“Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Nabi saw menjawab, “Akhlak yang
baik”. Kemudian ia menghampiri Nabi saw dari sebelah kiri dan bertanya,
“Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Dia bersabda, “Akhlak yang baik”.
Kemudian ia mendatanginya dari sebelah kirinya dan bertanya, “Apakah
agama itu?”. Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum
jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik”. (al-Targhib wa al-Tarhib 3:405)
Nabi saw bersadba, “Aku menjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang-orang yang berakhlak baik”. (HR. Abu Dawud)
Dengan demikian, ibadah
dan akhlak merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Ibadah dan akhlak laksana pohon dengan buahnya. Kualitas akhlak
merupakan cermin dari kualitas ibadah seseorang. Setiap manusia
pastilah memiliki akhlak. Dan setiap akhlakqul karimah merupakan buah
dari ketaataannya kepada Allah swt.
Kata akhlak secara etimologi berasal dari kata al-akhlaaqu yang merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluqu
yang berarti tabiat, kelakuan, perangai, adat kebiasaan atau khalqun
yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu
berarti perangai, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.
Pengertian Akhlak
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan.
Menurut Imam Ghazali,
akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan
perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.
Sedangkan karimah berarti
mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan
itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu
dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.
Peranan Akhlakul Karimah Dalam Kehidupan
Aqidah yang kuat
merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan Islam. Kemudian syariah
dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan membuatnya semakin rimbun,
tampak subur, teduh dan kian menjulang. Sementara akhlak adalah buah
yang akan dihasilkan oleh pohon yang berakarkan aqidah serta bercabang
syariah dan berdaun ibadah. Pohon yang baik, tentunya akan menghasilkan
buah yang baik. Maka aqidah, syariah serta ibadah yang mantab tentunya
akan menghasilkan akhlak yang mantab pula, yaitu akhlakul karimah.
Akhlak merupakan salah
satu faktor kehidupan yang sangat mendasar dan vital. Hal ini dibuktikan
dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka bumi ini yang tidak lain adalah
untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, sebagimana tertuang dalam
salah satu hadits Rasulullah saw yang artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)
Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Berdasarkan hadits di
atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya akhlak yang mulia bukan hanya
diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun bagi seluruh manusia.
“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. QS. Al Anbiyaa: 107
Ayat ini dikaitkan dengan hadits yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
(HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) menyiratkan satu isyarat bahwa
Rasulullah saw diutus untuk akhlak manusia yang merupakan kunci untuk
mendapatkan rahmat Allah swt. Akhlak mulia menjadi salah satu perintah
vital di dalam Al Quran yang dilaksanakan dengan meneladani Rasulullah
saw.
‘Aisyah ra. ditanya mengenai akhlaq Rasulullah saw, maka beliau menjawab “Akhlaq Rasulullah adalah Al Quran”. (HR. Muslim)
Dunia ini adalah alam
sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau bahkan hewan dan tumbuhan
untuk dapat saling berinteraksi dengan baik. Dan itulah urgensi dari
akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat melahirkan kehidupan sosial
yang tenteram tanpa gontok-gontokan.
Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56
Dan tentunya,
ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala
ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan
sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu.
Nabi saw bersabda, “Tahukah
kalian siapa orang yang bangkrut?”. Mereka menjawab, “Orang yang
bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta”. Beliau lalu
menjelaskan, “orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang
datang pada hari kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya. Namun
ia pernah mencela orang, mencaci orang, memakan harta orang, memukul
dan menumpakan darah orang. Maka iapun harus memberikan pahala baiknya
kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar
semua, diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka iapun
dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Rasulullah saw bersabda, “Demi
Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak
beriman”. Mereka bertanya, “Siapa ya Rasul?”. Beliau menjawab, “Orang
yang tetangganya merasa tidak aman dari keburukannya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, fulanah terkenal rajin mengerjakan shalat, berpuasa dan
berzakat. Hanya saja, ia sering menyakiti tetangganya”. Rasul saw
menjawab, “Dia di neraka”. Lalu disebutkan ada seorang wanita yang
shalat, puasa dan zakatnya biasa saja tetapi ia tidak menyakiti
tetangganya. Maka Rasul saw menjawab, “Dia di surga”.
Bagaimana mungkin seorang
yang rajin beribadah dapat masuk neraka, sementara yang biasa-biasa
saja masuk surga hanya karena yang rajin beribadah suka menyakiti
tetangganya sedangkan yang biasa-biasa saja tidak pernah menyakiti
tetangganya? Mudah saja. Loginya, seorang yang biasa menyakiti
tetangganya tentunya ia mempunyai hutang yang harus dibayar di akhirat.
Bagaimana jika hutang atau dosa kepada tetangganya itu ternyata jauh
lebih besar ketimbang amal ibadahnya? Tentu saja jawabannya adalah
“Neraka”. Yang harus kita ingat adalah, kita tidak pernah tahu bahwa
keburukan yang kita lakukan kepada sesama dan kita anggap sepele
ternyata besar di mata Allah swt karena meninggalkan luka yng teramat
mendalam di hati hamba-Nya. Sebaliknya, kita juga tidak pernah tahu
manakala amala ibadah yang kita sangka sangat besar, ternyata sangat
sepele bahkan tidak bernilai di mata Allah swt karena berunsur riya’ dan sebagainya. Wallahua’lam
Syarat-Syarat (Kriteria) Akhlak
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai akhlak jika ia memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
-
Dilakukan berulang-ulang (continue). Jika dilakukan sekali saja atau jarang-jarang maka tidak dapat disebut sebagai akhlak. Sebagai contoh: jika seseorang tiba-tiba memberi hadiah kepada orang lain karena alasan tertentu maka orang tersebut tidak dapat dikatakan berakhlak mulia.
-
Timbul dengan sendirinya, tanpa pikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi kebiasan baginya. Jika suatu pernuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa maka perbuatan itu bukanlah pencerminan akhlak. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, 1993:102)
Sifat Akhlak Islami
Bagaimanakah yang
dimaksud dengan akhlak Islami? Akhlak Islami bersumber dari Al Quran dan
Al Hadits, sifatnya tetap (tidak berubah-ubah) dan ia berlaku untuk
selamanya-lamanya. Sedangkan etika dan moral hanya bersumber dari adat
istiadat dan pikiran manusia, ia hanya berlaku pada waktu tertentu dan
di tempat tertentu saja, ia selalu berubah-ubah (berubah-ubah seiring
bergantinya masa dan kepemimpinan). Perkataan etika berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Ethos yang berarti kebiasaan. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos
yang berarti adat kebiasaan. Baik dan buruk dalam pandangan akhlak
adalah bergantung pada Al Quran dan Hadits yang selamanya tidak akan
pernah berubah. Sedangkan dalam pandangan etika dan moral, baik dan
buruk adalah bergantung kepada adat istiadat dan pemikiran manusia yang
masih berlaku di suatu waktu dan tempat.
KESIMPULAN
Kemuliaan akhlak adalah
maklumat utama bagi ajaran Islam sebagaimana yang ditegaskan oleh
Rasulullah saw tentang tujuan pengutusan beliau ke muka bumi:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)
Berdasarkan
pengertiannya, maka akhlak bukanlah sesuatu yang ada dan melekat pada
diri seseorang dengan sendirinya, melainkan ditanam dan dilekatkan
melalui suatu usaha atau proses (pembiasaan).
Fungsi akhlakul karimah
dalam kehidupan adalah sebagai buah dari satu-satunya latar belakang
diciptakannya manusia, yaitu untuk beribadah (menyembah) kepada Allah
swt. Karena akhlakul karimah merupakan cermin dari berbagai aktivitas
ibadah kepada Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini maka ibadah
hanyalah sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki nilai dan
manfaat apa-apa.
Sampaikanlah Walau Satu Ayat...!!!!
subhanallah..satu perkongsian ilmu yg baik..moga saya dan kita semua dapat membentuk akhlak yg terbaik dalam setiap diri kita..amin
BalasHapus