1. pengertian franchise (waralaba)
Perkembangan
ekonomi yang dinilai cukup pesat dan persaingan yang ketat menjadikan
produsen suatu barang harus berfikir cermat dalam mempertahankan
eksistensinya. Pemikiran yang tidak hanya pada lingkup pengembangan
metode produksi barang tetapi juga pendistribusiannya,sehingga
keuntungan dapat dicapai secara maksimal. Dalam hal ini dibutuhkan suatu
jaringan kerja yang luas untuk memperkenalkan produk tersebut dan
memperkuat eksistensi produk tersebut dalam pasar ekonomi.
Dengan latar
belakang yang demikian,sistem keagenan dinilai paling tepat dalam
pengembangan bisnis baik secara nasional maupun internasional. Sistem
ini kemudian dikenal dengan sistem waralaba atau franchise. Bisnis
dengan biaya murah dan bahan yang sudah disediakan,juga pendiriannya
yang tidak memakan banyak tempat dan waktu menjadikan frachise banyak
diminati dalam bisnis. Berikut pengertian dari waralaba atau franchise
yang kami kutip dari berbagai sumber.
Dalam buku
Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, mengutip dari European Code
of Ethics for Franchising, definisi franchise adalah :
“...
is a system of marketing goods and /or services and /or tecnology,which
is based upon a close and on going collaboration between legally and
financially separate and independent undertakings, the franchisoe and
its individual franchisees,whereby the franchissors grants its
individual Franchisees the right,and imposses the obligation, to conduct
a bussines in accordance withn the franchisor’s consept.”
The
right in titles and compels the individual frenchisee, in exchange of a
direct or indirect financial consideration, to use the frenchisor’s
trade name, and/or service mark, know how(*), bussines and technical
methods, procedural system, and the industrial and/or intelectual
property right, supported by continuing proffision of commersial and
tecnical assistance, within the framework and for the term of written
frenchisee agreement, concluded between parties for this purpose.
(*)
”know how”means a body of nonpatented practical information,resulting
of experience and testing of the franchisor,which is secret,subtantial
and identified.
“secret”
means that the know how,as a body or in the precise configuration and
assembly of its component , is not generally known or easily
accesible;it isn’t limited in the narrow sense that individual component
of the know how should be totally unknown or unobtainable outside the
franchisor’s business.
“subtantial”
means that the know how includes which is of importance for the sale of
goods or the provision of services to end users, and in the particular
of presentation of goods for sale,the processing of goods on connection
with the provision of the services, method of dealing with customers,
and administration and financial management,; the know how must be
usefull for the franchisee by seeing capable,at the date of conclution
of the agreement,of improving the competitive position of the
frenchisee, in particular by improving the frenchisee’s performance or
helping it to enter a new market.
“identifie”
means that the know how must be described in a sufficiently
comprehensive manner so as make itpossible to verify that it fulfills
the criteria of secrecy and substantiality : the descreption of know-how
can either be set out in the frenchise agreementor iIn a separate
document or recorded in in any other appropiate form.”
Henry Champabell Black dalam Black’s Law Dictionary memberikan definisi franchise yang diterjemahkan oleh Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu sebagai berikut :
“Franchise
adalah hak istimewa untuk melakukan hal-hal tertentu yang diberikan
pemerintah pada individu atau perusahaan yang berbentuk badan hukum, dan
(hak tersebut) tidak dimiliki oleh penduduk pada umumnya.
Franchise
adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual
produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik atau
penyedia pada penjual eceran untuk mengguanakan berbagai produk dan nama
dengan berdasarkan pada syarat-syarat yang telah disetujui (dalam
hubungan yng saling menguntungkan).”
Rooseno hardjowidigdo mengemukakan definisi dari franchise sebagai berikut :
“...
suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis
di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang
diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek bahkan termasuk
pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan
bantuan operasional”
Menurut pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997
tentang tata cara pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (frenchise)
adalah : “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
kekayaan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka
penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa.”
Kata
“waralaba” dikenalkan pertama kali oleh Lembaga Pembinaan dan Pembinaan
Manajemen (LPPM) sebagai padanan dari istilah franchise. Amir Karamoy
dalam bukunya “Sukses Usaha Lewat Waralaba” menyatakan bahwa waralaba
bukanlah terjemahan langsung dari konsep franchise. Waralaba berasal
dari kata “wara” yang berarti lebih atau istimewa dan kata “laba”
berarti untung. Jadi,waralaba adalah usaha yang memberikan keuntungan
lebih/istimewa. Dan secara hukum,waralaba berarti persetujuan legal atas
pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa
dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba) yang diatur
dalam suatu peraturan tertentu. Dalam konteks bisnis, franchise berarti
kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu.
2. Sejarah Perkembangan Franchise
Kata
franchise berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti “bebas”. Pada
abad pertengahan, kata franchise diartikan sebagai “hak utama” atau
“kebebasan”. Dalam sejarahnya, franchise terlahir di Inggris yang
dikenal dalam aktifitas bisnis. Pada intinya, raja memberikan hak
monopoli pada seseorang untuk melaksanakan aktifitas bisnis tertentu.
Pada tahun 1840-an,konsep franchising berkembang di Jerman dengan
diberikannya hak khusus dalam menjual minuman, yang merupakan awal dari
konsep franchising yang kita kenal sekarang.
Konsep
Franchise berkembang sangat pesat di Amerika. Dimulai pada tahun 1951,
perusahaan mesin jahit singer mulai memberikan distribution franchise
yang dilakukan secara tertulis yang merupakan awal lahirnya perjanjian
franchise modern. Franchise berkembang tanpa adanya peraturan dari
pemerintah Amerika dan menimbulkan resiko besar dengan maraknya penipuan
pada franchise. Sehingga dibentuklah The International Franchise
Assosiation (IFA) yang beranggotakan negara-negara di dunia dan
berkedudukan di Washington DC.
IFA didirikan
dengan tujuan khusus untuk mengangkat pamor bisnis Franchise dan
mengadakan pelatihan-pelatihan khusus untuk meningkatkan citra franchise
dan memperbaiki hubungan franchissor dan franchisee. IFA membuat kode
etik yang harus ditaati anggotanya dan bekerjasama dengan Federal Trace
Commision (FTC) Amerika.
Pada tahun
1978,FTC mengeluarkan dokumen yang mengatur tentang Franchise yang
disebut dengan The Uniform Offering Circulation (UFOC). UFOC merupakan
dokumen yang harus dibuat oleh Franchisor sebelum menjual bisnisnya
dengan metode franchise. Diharapkan UFOC dapat menjadi sumber informasi
bagi Franchisee sebelum menentukan bergabung dalam usaha bisnis dengan
metode franchise.
Di Indonesia
bisnis Franchise sudah lama berkembang. Sebagai contoh adalah
pendistribusian minyak oleh pertamina. Pada tahun 1996 tercatat telah
ada 119 franchise asing dan 36 franchise lokal. Metode bisnis ini
semakin dikembangkan mengingat bisnis dengan metode ini menguntungkan
bagi franchisor,franchisee dan perekonomian nasional.
3. Unsur-unsur dan ruang lingkup kontrak franchise (waralaba)
Dari
pengertian franchise dalam pasal 1 ayat (1) peraturan pemerintah nomor
16 tahun 1997 tentang waralaba diatas, tercantum perumusan unsur-unsur
waralaba sebagai berikut :
1. adanya perikatan
2. adanya obyek, yaitu hak kekayaan intelektual.
3. Adanya imbalan atau jasa
4. adanya persyaratan dan penjualan barang atau jasa
Dari segi yuridis, franchise memiliki unsur-unsur yang meliputi :
1. adanya subyek hukum
2. adanya lisensi atas merek barang dan jasa
3. untuk jangka waktu tertentu
4. adanya pembayaran royalti
Berdasarkan definisi franchise dari black’s law dictionary, dalam aspek bisnis, unsur-unsur franchise adalah sebagai berikut :
1. metode produksi
2. adanya ijin dari pemilik
3. adanya suatu merek atau nama dagang
4. Untuk menjual produk atau jasa
5. Dibawah merek atau dagang dari franchise
Dilihat dari ruang lingkup dan konsepnya, sebenarnya kontrak franchise berada diantara kontrak lisensi dan distributor.
Dalam hukum
positif Indonesia definisi tentang lisensi terdapat dalam beberapa
perudangan negara. Diantaranya adalah dalam Undang-undang No. 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2001 tentang
desain Industri, Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang desain tata
letak sirkuit terpadu, Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten,
dan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dan kesemua
perundangan tersebut mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual.
Dan salah satu pengertian lisensi dalam perudangan tersebut adalah sebagai berikut :
Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia dagang kepada
pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak
(bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu. ( Undang-Undang no. 30 Tahun 2000)
Dalam bukunya,
gunawan Widjaja menyatakan suatu kesimpulan bahwa lisensi adalah suatu
bentuk pemberian ijin pemanfaatan atau pemberian hak atas Kekayaan
Intelektual,yang bukan pengalihan hak, yang dimiliki oleh penilik
lisensi kepada penerima lisensi, dengan imbalan berupa loyalti.
Dalam
pernyataan diatas, diketahui bahwa penerima lisensi menjalankan sendiri
usahanya tersebut dengan menggunakan atau memanfaatkan hak atas kekayaan
intelektual milik pemilik lisensi. Untuk hal ini, penerima lisensi
membayar royalti kepada pemilik lisensi.
Meskipun dalam
jangka waktu kontrak lisensi waralaba ini dapat ditentukan oleh para
pihak dalam perikatan tersebut, pemerintah melalui Menteri Perindustrian
dan Perdagangan menetapkan jangka waktu perjanjian waralaba
sekurang-kurangnya lima tahun dan dapat diperpanjang lagi setelahnya.
4. Elemen-elemen pokok dalam Franchise
Dalam bahasan yang kami paparkan diatas menunjukkan bahwa franchise mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut :
1. Franchisor,
yaitu pihak pemilik atau produsen barang atau jasa dengan merek
tertentu dan melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran
produknya tersebut.
2. Franchisee, yaitu penerima hak eksklusif dari Franchisor.
3. Adanya penyerahan hak eksklusif dari franchisor terhadap franchisee.
4. Adanya penetapan wilayah tertentu.
5. Adanya imbal-prestasi yang berupa biaya-biaya yang telah disepakati oleh Franchisor dan franchisee.
6. Adanya standart mutu yang ditetapkan franchisor kepada franchisee.
7. Adanya pelatihan awal dan pelatihan berkesinambungan guna meningkatkan profesionalisme franchisee.
5. Macam-macam franchise
Berdasarkan
pada bentuknya, franchise dibedakan dalam dua bentuk, yaitu waralaba
produk dan merek dagang (product and trade franchise) dan waralaba
format bisnis (bussiness format franchise ). Waralaba produk dan merek
dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam bentuk ini
pemberi waralaba memberikan hak pada penerima waralaba untuk memasarkan
produk yang dikembangkannya dan menggunakan namanya. Untuk itu, biasanya
pewaralaba mendapatkan sesuatu yang disebut royalty. Contohnya adalah
dealer mobil seperti auto 2000 dari toyota.
Sedangkan
waralaba format bisnis adalah pemberian suatu lisensi kepada pihak lain.
Dalam lisensi ini termasuk di dalamnya ijin untuk berusaha dengan merek
dagang tersebut dan menggunakan seluruh paket yang terdiri atas
elemen-elemen yang dibutuhkan oleh seseorang yang awam atau belum
terlatih untuk menjadi terampil dalam bisnis dan mampu menjalankan usaha
tersebut dengan bantuan yang terus-menerus sesuai dengan kesepakatan
yang telah disepakati. Waralaba dalam bentuk ini terdiri atas :
a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengolahan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba
c. Proses bantuan dan bimbingan secara terus-menerus dari pihak pemberi waralaba
Menurut IFA, terdapat empat jenis waralaba yang biasa digunakan di Amerika Serikat, yaitu :
a. Product franchise
b. Manufacturing franchises
c. Bussiness opportunity ventures
d. Bussiness format franchising
Menurut FTC di Amerika, terdapat tiga jenis franchise, yaitu :
a. Product franchising
b. Manufacturing franchises
c. Bussiness format franchising
Selain itu
terdapat satu jenis lagi, yaitu bussiness oppurtunity ventures, akan
tetapi terdapat ketentuan yang harus dipenuhi agar usaha tersebut dapat
diatur dalam FTC.
Ketentuan itu adalah :
a. Franchisee harus menjual produk yang telah disediakan franchisor, yaitu suplier yang telah ditentukan.
b. Franchisor harus terlibat dalam penyediaan outlet-outlet eceran dan akuntansinya.
c. Franchise
harus memberikan bayaran kepada franchisor atau prestasi lain sebagai
imbalan dari hak yang diperolehnya dalam usaha franchise ini.
Stuart D. Brown menyatakan bahwa format bisnis franchise ini terbagi lagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a. Franchise pekerjaan
b. Franchise usaha
c. Franchise investasi
Franchise
banyak dikatakan sebagai pola baru dalam perdagangan. Tentu saja
konsepnya akan berbeda dengan konsep bisnis yang lama seperti keagenan
dan distributorship. Meskipun demikian masih terdapat beberapa kesamaan
dalam pola bisnis ini. Kesamaan-kesamaan itu adalah pergerakannya dalam
pendistribusian barang dan jasa, dan hingga saat ini diatur secara umum
dengan berdasar pada buku III KUHPer .
KONTRAK FRANCHISE (WARALABA)
Asas Hukum Kontrak Umum dan Islam
Dalam
melakukan perjanjian atau kontrak, selain harus mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ada, diharuskan juga mengikuti asas-asas dalam
perjanjian yang ada. Secara umum , asas tersebut adalah :
1. asas kebebasan berkontrak, yang diatur dalam pasal 1338 KUHPer.
2. Asas kesepakatan atau konsensual
3. Asas itikad baik
4. Asas kekuatan mengikat ( pacta sunt servanda )
5. Asas berlakunya perjanjian
6. Asas kepatutan dan kebiasaan
Dalam
perkembangan perekonomian dewasa ini, pengaruh Islam dalam perkembangan
perekonomian tidak dapat dipandang sebelah mata. Islam yang merupakan
agama yang lengkap dan sempurna mengatur kehidupan umatnya secara
kompleks. Baik dari peribadatan hingga urusan kenegaraan dan
perekonomian.
Dalam hal perekonomian Islam memiliki ketentuan tersendiri bagi umatnya, yang bersumber pada Al-Qur’an dan As sunnah.
Asas dalam perikatan Islam adalah :
1. Asas ilahiyyah
2. Asas kebebasan
3. Asas persamaan atau penyetaraan
4. Asas keadilan
5. Asas kerelaan
6. Asas kejujuran dan kebenaran
7. Asas tertulis
Bentuk dan substansi (klausul) kontrak franchise
Lahirnya suatu
kontrak menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang berupa hak dan
kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hukum
dari suatu kontrak. Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya
adalah pelaksanaan dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer
menyatakan bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang
dengan tegas dinyatakan dalam kontrak tersebut, tetapi juga segala
sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan atau diwajibkan oleh
kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.
Tentang hak
dan kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isi perjanjian
yang disepakati kedua belah pihak. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 1997 tantang waralaba dan Pasal 2 Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba, telah ditentukan bahwa
bentuk perjanjian waralaba adalah dalam bentuk tertulis . Perjanjian ini
dibuat dengan bahasa Indonesia dan berlaku di dalamnya hukum Indonesia.
Salim menyatakan bahwa yang harus disampaikan oleh pemilik waralaba
kepada penerima waralaba adalah :
a. Identitas pemberi waralaba, berikut keterangan usaha dan neraca serta daftar untung ruginya selama minimal dua tahun terakhir.
b. Hak atas kekayaan intelektual,yang menjadi obyek waralaba.
c. Persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba.
d. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik waralaba kepada penerima waralaba.
e. Hak dan kewajiban pemilik waralaba dan penerima waralaba.
f. Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perjanjian waralaba.
g. Hal-hal
lain yang harus diketahui penerima waralaba dalam rangka melaksanakan
perjanjian waralaba. (Pasal 5 Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba)
Berdasarkan PP no. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, dinyatakan klausul yang seharusnya ada dalam kontrak waralaba adalah :
a. Obyek waralaba
b. Perlindungan terhadapa hak kekayaan intelektual yang menjadi obyek perjanjian
c. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba
d. Hak dan kewaiban pemberi dan penerima waralaba
e. Pengakhiran, pembatalan, dan perpanjangan kontrak waralaba
f. Klausul persyaratan local content (mengutamakan barang atau produk dalam negeri)
g. Standart mutu produk
h. Pembinaan atau bimbingan dan pelatihan oleh pemberi kepada penerima waralaba
i. Tempat usaha dan wilayah waralaba
Dalam Pasal 7
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba telah
ditentukan hal-hal yang harus termuat dalam perjanjian franchise atau
waralaba sebagai berikut :
a. Nama, alamat, dan tempat kedudukan masing-masing pihak.
b. Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang menandatangani perjanjian.
c. Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha.
d. Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada penerima waralaba.
e. Wilayah pemasaran
f. Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian beserta syarat-syaratnya.
g. Cara penyelesaian persengketaan.
h. Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian atau berakhirnya perjanjian.
i. Ganti rugi dalam hal pemutusan perjanjian.
j. Tata cara pembayaran imbalan.
k. Penggunaan barang atau bahan hasil pengolahan industri dalam negeri yang dihasilkan dan dipasok oleh pengusaha kecil.
l. Pembinaan, pelatihan dan pembimbingan kepada penerima waralaba.
Bila dilakukan
identifikasi terhadap pokok-pokok materi yang terkandung dalam kontrak
waralaba, dapat kita temukan klausul-klausu pokok sebagai berikut :
a. Obyek yang di-franchise-kan.
b. Tempat berbisnis
c. Wilayah franchise
d. Sewa guna
e. Pelatihan dan bantuan teknik dari franchisor.
f. Standart operasional
g. Pertimbangan-pertimbangan keuangan
h. Klausula-klausula kerahasiaan
i. Klausula-klausula yang membatasi persaingan
j. Pertanggungjawaban
k. Pengiklanan dan strategi pemasaran
l. Penetapan harga dan pembelian-pembelian
m. Status badan usaha atau perusahaan
n. Hak untuk menggunakan nama dan merek dagang
o. Masa berlaku dan kemungkinan pembaharuan atau perpanjangan kontrak
p. Pengakhiran perjanjian
q. Penafsiran terhadap perjanjian
r. Pilihan hukum dan forum.
Sifat perjanjian franchise adalah sebagai berikut :
a. Suatu perjanjian dikuatkan oleh hukum (legal agreement)
b. Memberi
kemungkinan pada pewaralaba/franchisor tetap memiliki hak atas nama
dagang atau merek dagang, format atau pola usaha, dan hal-hal khusus
yang digunakan untuk mengembangkan usaha tersebut.
c. Memberi kemungkinan pewaralaba atau franchisor untuk mengendalikan sistem usaha yang dilisensikan.
d. Hak, kewajiban, dan tugas masing-masing pihak dapat diterima pewaralaba/franchisor.
Dalam seminar
yang diadakan oleh IPPM ( Institut Pengembangan dan Pembinaan
Manajemen), ditentukan hal-hal yang harus dimuat dalam perjanjian
franchise adalah sebagai berikut :
a. Hak
yang diberikan oleh franchisor pada franchisee, yang meliputi
penggunaan metode atau resep khusus, penggunaan merek dan nama dagang,
jangka waktu hak tersebut dan perpanjangannya, wilayah kegiatan dan hak
lain yang berhubungan dengan pembelian kebutuhan operasi bila ada.
b. Kewajiban
dari penerima waralaba (franchisee) sebagai imbalan atas hak yang
diterima dan sebagai imbalan kegiatan yang dilakukan franchisor saat
memulai usaha maupun selama menjadi anggota sistem waralaba.
c. Hak
yang berkaitan dengan penjualan hak waralaba kepada pihak lain, apabila
penerima waralaba tidak berkenan melanjutkan sendiri usaha tersebut.
d. Hak yang berkaitan dengan pengakhiran kesepakatan kerjasama.
ASPEK HUKUM DALAM KONTRAK WARALABA
Aspek hukum dalam perjanjian franchise
Sesungguhnya
aspek hukum yang paling pokok dalam bisnis franchise ini adalah aspek
hukum perjanjian. Namun demikian terdapat beberapa aspek yang timbul
dari perjanjian bisnis ini.
a. Hak cipta, paten dan merek
Di Indonesia masalah logo/desain/merek ini diatur dalam :
- Undang-undang nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang diperbarui dengan Undang-undang nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan Undang-undang nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang menggantikan Undang-undang nomor 21 Tahun 1961 dan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten. Kesemua perundangan ini dapat dijadikan dasar bagi usaha bisnis Franchise dalam rangka memberi perlindungan terhadap bisnis ini dari pihak ketiga yang dapat merugikan pemilik bisnis ini.
b. Aspek hukum ketenagakerjaan
Hubungan
antara franchisee dan franchisor dalam bisnis ini adalah hubungan
antara pekerja dan pengusaha yang diatur dalam perjanjian kerja. Dalam
hal ini franchisor dapat dianggap sebagai pemimpin perusahaan atau
pengusaha dan franchisee sebagai tenaga kerja.
Tentang kesepakatan kerja dalam kontrak tersebut diatur dalam :
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-2/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Demikian pula hal-hal yang menyangkut ketenagakerjaan, seperti masalah pembinaan profesionalisme pekerja ( Pasal 8 UU no. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dan PP no.71 tahun 1991 tentang Latihan Kerja), masalah pembinaan dan perlindungan kerja ( Pasal 9 dan 10 UU no. 14 Tahun 1969), masalah hubungan ketenagakerjaan ( Pasal 11 s/d 15 UU no 14 Tahun 1969, Kepmen no. 382/1992, UU no 21 Tahun 1954, UU no 7 Tahun 1963, Pasal 6 UU no 22 Tahun 1957, UU no. 3 Tahun 1992, PP no. 14 tahun 1993), dan masalah pengawasan ketenagakerjaan ( UU no.3 Tahun 1951 dan pasal 16 UU no 14 Tahun 1969).
c. Aspek hukum perpajakan
Hubungan
bisnis franchise merupakan hubungan hukum uyang memiliki potensi fiskal
sehingga hubungan ini menjadi obyek kena pajak. Hal ini adalah
konsekwensi dari prinsip hukum perpajakan yang menerapkan asas yang
menegakkan bahwa semua perjanjian niaga berpotensi fiskal. Aturan pajak
yang berhubungan dengan franchise adalah :
- UU no 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan,
- UU no. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai atau Barang Mewah,
- PP no. 75 Tahun 1991 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar, dan
- Keputusan Menteri Keuangan RI no. 1289/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar